Saturday, December 25, 2010

TAMAN SOEKASAD UJUNG

Taman Soekasada Oejoeng
Sejarah

            Taman Sukasada sekarang lebih terkenal dengan nama Taman Ujung Karangasem terletak di Dusun Ujung, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Taman ini berjarak sekitar 5 km arah tenggara dari Kota Amlapura. Taman yang dibangun oleh Raja Karangasem: I Gusti Bagus Jelantik yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dengan konsep sempurna ini merupakan kebanggaan warga Karangasem karena awalnya memiliki luas hampir 400 hektar, tetapi sekarang hanya sekitar 10 hektar karena tanah tersebut sebagian besar sudah dibagikan kepada masyarakat pada masa landreform. Kepemilikan Taman Ujung ini sekarang sudah diwariskan kepada ahli waris keluarga Puri Karangasem sehingga statusnya menjadi taman milik pribadi tetapi pengunjung umum diperkenankan mengunjungi taman yang tampak megah ini.
            Taman Ujung yang merupakan salah satu masterpiece Bali dibangun pada tahun 1909 oleh prakarsa Raja Karangasem Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem dengan melibatkan arsitek Belanda yang bernama van Den Hentz dan seorang arsitektur Cina bernama Loto Ang. Pembangunan Taman Ujung juga banyak melibatkan arsitektur (undagi) tradisional serta mendapat petunjuk dari Mr. Wardodjojo seorang teknisi dari Dinas Pekerjaan Umum. Taman Ujung sebenarnya merupakan pengembangan Kolam Dirah yang telah dibangun lebih awal pada tahun 1901.
            Pembangunan Taman Ujung selesai pada tahun 1921, namun pekerjaan pembangunan masih terus dilanjutkan. Tepatnya pada tahun 1937, Taman Sukasada (Taman Ujung) Karangasem diresmikan dengan sebuah ‘mahligya’ yang ditandai dengan sebuah prasasti batu marmer yang ditulis dengan huruf latin dan Bali dengan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Bali. Prasasti tersebut ditempelkan pada salah satu dinding di Bale Warak.
Marmer sebelah kiri yang bertulis huruf latin berjumlah 8 baris berbunyi:
Peringatan
Waktoe kerja
Dewa jadnya
Maligya
Poeri Agung
Kawan Karangasem
Tanggal
6 Agustus 1937
Sedangkan marmer sebelah kanan dengan aksara dan bahasa bali berbunyi
Pekeling daweg rahina karyya dewwa yajna
miwah malighya rin puri agung kawan karanase
m, duk rahina, su, pa, wara prabakat, pan pin
m, sasih, 2, usaka 1859 maka li
nga rin malighya, padhandha ghde ktut karanase
da hanake hangun ghde hanlurah ktut karangase
m raja lombok, miwah hida hanake hagun
ghde jlanthik, jumnen hagun ring karanasem.
Kedua prasasti tersebut menunjukkan bahwa pembangunan selesai pada tanggal 6 Agustus 1937. Hal yang menarik dari kompleks bangunan tersebut yaitu perpaduan tiga unsur budaya yaitu Bali, Belanda, dan Cina sehingga melahirkan kekhasan arsitekturnya. Arsitektur Bali terlihat jelas pada motif dekorasinya berupa cerita-cerita wayang serta motif patra lainnya, arsitektur Belanda terlihat pada bentuk bangunannya yang memiliki gaya indis, dan arsitektur Cina terlihat pada pembuatan gapura masuk, kolam segidelapan, dan Bale Bundar (gasebo).

            Secara kosmologi, Taman Ujung Karangasem merupakan pertemuan antara gunung dan laut yang masing-masing terwakili oleh Gunung Lempuyangan di sebelah timurlaut, Gunung Agung di sebelah barat, dan laut atau Selat Lombok di sebelah Timurnya yang hanya berjarak beberapa puluh meter. Konsep gunung-laut sangat dihormati dan sering diterapkan pada masyarakat tradisional di Nusantara. Konsep ini dapat diartikan sebagai tempat memutaran mandalagiri dalam pencarian air kehidupan atau sebagai tempat pertemuan antara penguasa gunung dan penguasa lautan sehingga menghasilkan kemakmuran (kehidupan) pada bumi. Konsep tersebut secara simbolis dapat diwujudkan dalam 4 buah kolam di Taman Ujung Karangasem tersebut.
            Keindahan Taman Ujung Karangasem sempat tidak terlihat ketika terjadi bencana alam antara lain: letusan dan genpa Gunung Agung pada tahun 1963, gempa Seririt pada tahun 1976, dan gempa bumi Culik pada tahun 1978. Hampir selama 25 tahun bangunan Taman Ujung Karangasem terbengkalai dan runtuh tanpa ada perbaikan dari Puri Karangasem ataupun Pemerintah. Baru pada tahun 1994, pemerintah melalui Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (sekarang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) yang berkedudukan di Pejeng, Gianyar melakukan investigasi dengan cara mengidentifikasi dan merekam seluruh tingkat kerusakan bangunannya serta mencoba merekonstruksi di atas kertas. Pada tahun 2001 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) berhasil memugar kembali dua kanopi yang menghubungkan dengan Bale Gili serta membuat copy dari beberapa relief wayang yang menjadi reruntuhan termasuk juga membuat peta situasi dari taman tersebut.
            Tahun 1999, Bank Dunia memberikan perhatian melalui Culture Heritage Conservation (di bawah naungan Dinas Kebudayaan Propinsi Bali) untuk melakukan studi konservasi. Akhirnya pada tahun 2002 Bank Dunia memberikan bantuan dana untuk pemugaran Taman Ujung yang dimanfaatkan untuk pembangunan pagar keliling, pintu gerbang serta perbaikan kolam. Pada tahun 2003 dengan bantuan yang sama melakukan perbaikan di Bale Warak, Bale Gili, Bale Kambang, Bale Lunjuk, Bale Kapal, dan lainnya. Pengerjaan konservasi dapat diselesaikan pada bulan Mei 2004 dengan menghabiskan keseluruhan dana bantuan sebesar 10 milyar rupiah.
            Pada tanggal 7 Juli 2004 diresmikan kembali sebagai sarana pariwisata melalui acara melaspas (upacara peresmian secara adat dan agama Hindu) oleh beberapa tokoh puri dan masyarakat. Pembukaan secara resmi dilakukan oleh Gubernur Propinsi Bali. Kondisi Taman Ujung pada waktu sekarang sangat eksotik dan indah, sehingga menarik wisatawan domestik dan mancanegara untuk mengunjunginya. Keindahan Pantai Ujung juga menambah daya tarik tersendiri terutama keramahan masyarakat nelayannya dengan perahu cadik sebagai sarana mencari ikan. Walaupun kondisi pantai yang semakin terkikis oleh abrasi laut tidak akan mengurai keindahan Taman Ujung Karangasem. Demikian juga air dari Bale Warak yang sudah tidak mengalir akibat sumber mata air yang kering, juga tidak mengurangi keindahan bangunannya.

Lokasi Taman Soekasada Ujung.
            Taman Ujung Soekasada yang terletak di Ujung Timur Pulau Bali, tepatnya di Dusun Ujung, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Taman ini berjarak sekitar 5 km arah tenggara dari Kota Amlapura. Perjalanan 1,25 menit dari Bandara Ngurah Rai Denpasar, 20 menit dari Candidasa tentunya tidak begitu lama dari memakan waktu perjalanan. Dan rencana akan dibangunnya Pelabuhan Kapal Pesiar di Tanah Ampo Pelabuhan Amuk , waktu tempuh sampai di Taman Ujung sekitar 25 menit perjalanan.Tentu keberadaan Taman Ujung tidak bisa telepas dari Tiga Obyek yang ada seperti Puri ---- Taman Ujung ---- Tirtaganggal, yang tentunya jarak antara satu dengan lainnya hanya memerlukan waktu lima sampai sepuluh menit perjalanan.




Makna Simbolis-Magis-Religius Arsitektur Taman Ujung Situs Peninggalan Arsitektur Raja Karangasem.


            Sebelum berkunjung ke Taman Ujung, sebaiknya marilah kita buka pemikiran dan pemahaman akan historis –Religius akan konsep yang mengilhami dari hasil Maha Karya dari dibangunnya Taman Ujung. Untuk membuka semua itu tentunya mari kita masuk dari persoalan yang sangat mendasar akan hakekat dan ada kemauan memahaminya, dengan ini tentunya kita akan bisa menghargai peninggalan hasil karya seperti Taman Ujung. Dan dengan begitu akan terbuka Pemikiran , Apa…., mengapa….., kapan …, bagaimana …. Sehingga hasil karya tersebut bisa diwujudkan.
            Taman Ujung Karangasem yang disebut juga Taman Sukasada, atau populer juga sebagai ''Water Palace'', terletak di tepi pantai Desa Ujung, Karangasem. Taman ini adalah salah satu bukti historis yang monumental dari kebesaran Kerajaan Karangasem di masa lalu. Berdasarkan hasil-hasil penyelidikan arkeologis-historis dapat diketahui bahwa taman ini adalah sebuah contoh hasil akulturasi budaya yang serasi antara arsitektur tradisional lokal (Bali) dengan arsitektur Eropa, yang memancarkan kearifan atau keungguhan lokal (local genius).
            Sang Arsitek Otodidak Pendiri Taman Ujung Soekasada , salah seorang raja Karangasem, dengan kemampuan teknis-arsitektural dan estetik, telah berhasil memanfaatkan bentang alam dan lingkungan di sekitarnya yang berteras-teras, dengan gunung-gunung sebagai latar belakang alami, sumber air, sungai-sungai dan pesisir Pantai Ujung. Dalam pembangunan taman ini, sang raja kemungkinan basar telah menggunakan konsepsi kosmologi masyarakat Bali sebagai landasan ideologis. Secara kosmologis, pesisir pantai atau laut adalah bagian hilir atau muara (tebenan), adalah tempat menunggalnya segala kekuatan magis yang berasal dari gunung atau bukit, yang kemudian mengalir ke hilir melalui sungai-sungai, seakan-akan secara simbolis membagi-bagikan air kehidupan kepada masyarakat.
Selain itu, gunung adalah bagian hulu (luwanan) yang punya kekuatan adikodrati yang tak tertandingi. Sebaliknya, gunung juga tak selamanya merupakan kekuatan alam yang ramah, karena dapat menimbulkan bencana besar secara tiba-tiba, jika ekosistemnya terganggu. Menurut kosmologi masyarakat Bali dan juga masyarakat lainnya di nusantara, gunung adalah dunia arwah para leluhur yang punya kekuatan magis, yang dapat memberikan pengaruh baik-buruk kepada kaum kerabat atau masyarakat yang masih hidup. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pengaruh agama Hindu telah meluas di daerah Bali, gunung juga dianggap sebagai tempat bertahtanya para Dewa, yaitu Dewa Gunung seperti Bhatara Gunung Agung, dll.
            Demikianlah gunung menjadi suci dan sakral. Dengan berpedoman kepada konsepsi kosmologi itu, pendiri Taman Ujung telah berupaya untuk menyatukan dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang terkonsentrasi di gunung -- kekuatan alam adikodrati, magis arwah leluhur, dan para Dewa -- untuk kepentingan pembangunan masyarakatnya. Dengan dasar ideologi ini, maka Taman Ujung dapat juga disebut sebagai ''Water Palace'' yang menyandang makna simbolis-magis-religius seperti yang tampak juga pada lambang kerajaan, yaitu Amerta Jiwa. Dari sisi lain, taman ini menjadi lebih signifikan lagi karena berada dalam bingkai segitiga sosiokultural -- Tirta Gangga, Puri Karangasem, dan Taman Ujung.
            Tidak mengherankan apabila dalam Perwujudan dari Pemilihan Lokasi, Penataan Lay Out, Penerapan dalam Arsitektur Bangunan dan Penggunaan Ornamen di Taman Ujung dijiwai oleh makna simbolisasi dan Nilai-Nilai Ritual Spiritual seorang Raja yang dilandasi oleh Agama Hindu. Dan hal yang mendukung saat itu juga muncul hasil karya berupa Geguritan, Sinom dan Tembang-lagu yang mengambil sosok dari keagungan Arsitektur Taman Ujung.







Bangunan yang terdapat di Taman Sukasada Ujung
Terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi berbeda-beda, berturut-turut dari arah utara ke selatan sebagai berikut.
a.       Pura dan Kolam Manikan

Deskripsi:
Pura dan kolam manikan ini terdapat di areal Taman Ujung paling utara. Disana terdapat sebuah bale, sebuah kolam, Pura (Sanggah) yang di bawahnya terdapat pancuran dari mata air.
b.       Bale Warak





c.       Bale Lunjuk

Deskripsi: bale lunjuk ini terdapat di bagian barat atas. Bale ini ada di sebelah utara bale kapal.
d.      Bale Kapal

Deskripsi: bale kapal ini terdapat di depan pintu gerbang atas.
e.       Bale Gili, 2 buah bangunan kanopi serta jembatan penghubung

Deskripsi: Bale gili (kambang) ini terdapat di tengah-tengah areal Taman Soekasada Ujung. Bangunan pertama, merupakan tempat peristirahatan raja dan keluarganya. Disini terdapat tiga ruangan yaitu:
1.      Ruang paling pojok utara adalah ruangan tempat peristirahatan Raja yang dikeramatakan.

2.      Di selatannya terdapat ruangan keluarga Raja

3.      Di sebelah baratnya adalah ruang untuk putra putri Raja.
 Foto-foto yang terdapat di ruang putra- putri raja.
f.       Bale Bundar
 
Deskripsi: bangunan ini terdapat di bawah balai lunjuk. 
g.      Bale wantilan

Deskripsi: bale wantilan ini juga disebut bale kambang karena terletak di tengah-tengah kolam.


h.      Tempat tiang bendera kerajaan

i.         Kolam segiduabelas dan air mancur

Deskripsi: kolam segiduabelas dan air mancur ini terdapat di antara Bale Kambang (Gili) dengan bale wantilan..

j.        Tiga pintu masuk di sisi barat, selatan, dan timur.
Terdapat tiga pintu masuk ke areal Taman tetapi jarang dibuka untuk umum.